PLK Rungkut 2024: Terbuka atau Tertutup terhadap Pendatang?
![](https://statik.unesa.ac.id/sosiologi/thumbnail/4c052a9e-5da5-4c18-aada-c4c7011ec505.jpg)
Surabaya, (12/12) – Pada tanggal 22-28 September 2024 lalu, mahasiswa sosiologi angkatan 2023 melaksanakan Perkuliahan Luar Kelas (PLK) di Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya. Pada kegiatan PLK ini mahasiswa berkesempatan untuk menerapkan teori yang didapat di dunia nyata. Salah satu fokus utama penelitian mahasiswa adalah mengenai persepsi masyarakat terhadap kehadiran pendatang di Rungkut. Kehadiran pendatang di Kecamatan Rungkut memunculkan dinamika sosial yang menarik. Hasil wawancara mendalam dengan berbagai kalangan masyarakat, mulai dari pedagang, tukang, hingga warga biasa, mengungkap adanya beragam pandangan yang menarik.
Dari hasil wawancara yang dilakukan, terdapat pandangan positif dan negatif terhadap pendatang. Sebagian besar masyarakat menilai pendatang berbaur dengan baik, serta ikut dalam kegiatan sosial, dan memberikan dampak positif bagi lingkungan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh seorang penjaga warung yang menyatakan bahwa pendatang yang ia temui ramah dan aktif dalam kegiatan gotong royong.
Informan mengungkapkan penerimaan yang positif terhadap pendatang. Mereka memandang kehadiran pendatang sebagai bagian dari keberagaman masyarakat dan memberikan dampak positif dalam berbagai aspek, seperti perekonomian lokal. Seorang penjaga warung di kawasan Rungkut mengungkapkan, "Pendatang di sini ramah dan sering ikut dalam kegiatan masyarakat. Mereka juga banyak yang berbelanja di warung saya." Namun, di sisi lain, terdapat pula pandangan yang lebih kritis. Beberapa warga merasa bahwa pendatang cenderung lebih individualis dan kurang aktif berpartisipasi dalam kegiatan sosial masyarakat. “Mereka lebih suka berkumpul dengan komunitasnya sendiri,” ujar seorang tukang las yang sudah lama berdomisili di Rungkut.
Perbedaan gaya hidup antara pendatang dan warga asli menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat integrasi sosial. Beberapa responden menyebutkan bahwa pendatang memiliki kebiasaan dan preferensi yang berbeda-beda, terutama dalam hal konsumsi dan rekreasi. Beberapa informan menyebutkan bahwa pendatang cenderung lebih konsumtif dan jarang berinteraksi dengan warga sekitar.
Menanganggapi hal ini, Dwi Marcha, salah satu anggota tim peneliti, menyatakan bahwa kegiatan penelitian ini memberikan kesempatan untuk lebih mengenal masyarakat Rungkut secara langsung. Ia juga mengakui bahwa adanya perbedaan persepsi terhadap pendatang merupakan hal yang wajar. “Kami menemukan bahwa faktor ekonomi, pendidikan, dan latar belakang budaya sangat mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap pendatang. Mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung lebih terbuka dan menerima perbedaan,” ujar Dwi Marcha.
Senada dengan Dwi Marcha, Badriatun, anggota tim peneliti lainnya, juga mengamati adanya penerimaan yang baik dari sebagian besar warga terhadap pendatang. Meski demikian, ia mengakui bahwa pandangan warga terhadap pendatang sangat beragam. “Walaupun pandangan dari warga lokal berbeda-beda terkait warga pendatang, secara umum mereka diterima dengan baik,” ungkap Badriatun.
Penulis: Via Assalma Setiya R.
Editor: Panggih Setyaning Sukma