Kepadatan dan Tantangan Sosial di Kelurahan Tegalsari: Sebuah Potret Pemukiman Padat
Kelurahan
Tegalsari, salah satu kawasan padat penduduk di Surabaya, menghadapi berbagai
tantangan sosial dan lingkungan. Pemukiman ini dikenal dengan jalan setapak
sempit yang bahkan menyulitkan kendaraan bermotor untuk melintas. Tidak jarang,
sepeda motor harus dituntun melewati gang-gang kecil. Permasalahan yang
langsung terlihat adalah keterbatasan ruang di kawasan ini. Salah satu gang
bahkan memiliki rumah yang digunakan khusus untuk memarkir kendaraan karena
tidak ada lahan parkir di dalam rumah-rumah mereka. Hal ini menunjukkan betapa
sempitnya ruang di pemukiman padat seperti Tegalsari.
Di
Tegalsari, satu rumah kerap dihuni oleh tiga hingga lima kepala keluarga (KK).
Kondisi ini menjadi permasalahan tersendiri bagi warga yang ingin memisahkan
kartu keluarga (KK) namun terkendala karena tidak memiliki tempat tinggal
sendiri. Seorang mantan Ketua RT mengungkapkan, “Banyak yang ingin pecah KK,
tapi tidak bisa karena rumahnya hanya cukup untuk berbagi dengan keluarga
besar.”
Menurut
pengakuan sejumlah warga, ikatan sosial yang dulu kuat kini mulai memudar.
Penyebabnya adalah banyaknya pendatang baru. Rumah-rumah penduduk asli juga
kini lebih banyak disewakan, sementara para pemiliknya pindah ke tempat lain.
Hal ini membuat hubungan antar warga menjadi renggang, terutama dengan para
pendatang yang tidak saling mengenal satu sama lain.
Dela,
mahaiswa Sosiologi yang melakukan PLK di Tegalsari, mengaku awalnya merasa
canggung dengan sikap warga sekitar apalgi ketika ia ingin bertanya kepada
sekitar untuk memenuhi tugasnya. “ngapain nanya-nanya wong nggak ngasih uang” kata
salah satu warganya. Kondisi ini mencerminkan hubungan sosial yang kini lebih
bersifat materialistis.
Tegalsari
juga menghadapi tantangan lingkungan yang serius. Sungai yang melintasi kawasan
ini tercemar dan mengeluarkan bau tidak sedap. Lingkungan kumuh dengan sampah
yang berserakan menambah masalah kesehatan dan kebersihan bagi warga.
Meski
begitu, di tengah berbagai keterbatasan, Karang Taruna di Tegalsari masih
menunjukkan eksistensinya. Namun, kegiatan mereka cenderung bersifat musiman,
seperti hanya mengadakan lomba-lomba saat perayaan Hari Kemerdekaan. Aktivitas
lain di luar momen tersebut jarang terlihat.
Kondisi
di Kelurahan Tegalsari menjadi cerminan tantangan yang dihadapi banyak
pemukiman padat di kota besar. Dibutuhkan perhatian lebih dari pemerintah
daerah untuk menyediakan solusi, baik dalam bentuk penataan lingkungan,
penyediaan hunian yang layak, maupun program penguatan sosial bagi warga.
Dengan
sinergi antara warga dan pemerintah, Tegalsari diharapkan dapat berkembang menjadi
lingkungan yang lebih baik tanpa kehilangan karakter sosialnya yang selama ini
menjadi ciri khas.
Penulis
: Delvis Salsabila
Editor
: Rizky Trisna Putri