Punden Pesapen, Sebuah Tradisi Budaya di Surabaya

Asal-usul
Punden Pesapen bermula dari keberadaan sumur tua yang sudah ada sejak lama.
Masyarakat sekitar tidak mengetahui siapa yang membangun sumur tersebut, namun keberadaannya
telah menjadi bagian penting dari kehidupan mereka. Pada tahun 1974, warga
mencoba melakukan pembangunan ulang pada sumur ini, dimulai pada Sabtu sore.
Namun, setiap kali pembangunan selesai, keesokan harinya sumur tersebut ambruk.
Upaya untuk membangun ulang dilakukan sebanyak tiga kali, tetapi tetap tidak
berhasil.
Setelah upaya tersebut gagal,
seorang warga bersama ayahnya memutuskan untuk bermeditasi di lokasi ini untuk
mencari petunjuk. Hasil dari meditasi itu mengungkapkan bahwa sumur tersebut
sebenarnya bukanlah sumur biasa, melainkan sebuah sumber mata air alami yang
dulunya digunakan sebagai tempat mandi kerbau. Air dari sumur ini memiliki
keunikan karena tidak pernah kering, meskipun musim kemarau melanda. Hal ini
membuat sumur ini menjadi pusat perhatian, terutama pada malam Rabu, ketika
banyak orang mengunjungi tempat ini untuk keperluan spiritual.
Nama Punden Pesapen berasal dari
kata “pesepen,” yang merujuk pada kegiatan nyepi atau meditasi yang dilakukan
di sekitar pohon besar dekat sumur tersebut. Tradisi ini sering dilakukan oleh
individu-individu yang memiliki harapan besar, seperti ingin mencapai
kesuksesan dalam jabatan tertentu, misalnya menjadi lurah atau camat. Untuk
melaksanakan ritual ini, mereka biasanya membawa sesajen, membakar kemenyan,
dan bermeditasi di bawah pohon yang ada di sekitar sumur.
Salah satu laman blog mengisahkan
bahwa Tim Jawa Pos bersama praktisi spiritual Bambang Hadi Purnomo mengunjungi
Punden Pesapen untuk menggali cerita dan sejarah panjang tempat tersebut
melalui interaksi lintas dimensi. Bambang menjelaskan bahwa punden ini dijaga
oleh sosok ular besar dan dihuni berbagai makhluk gaib, termasuk seorang pria
berbaju hitam yang menceritakan kaitannya dengan Giri Kedaton. Konon, dahulu
ada rombongan dari Giri Kedaton yang berhenti di sekitar punden saat kuda
mereka kelelahan. Melalui petunjuk gaib, mereka menggali tanah dengan batok
kelapa hingga menemukan sumber air yang kini dikenal sebagai sumur panguripan,
dipercaya memiliki energi positif dan kemampuan menyembuhkan. Sebagai wujud
syukur, mereka meninggalkan tetenger berupa tulisan dan cap telapak tangan di
batu sebelum melanjutkan perjalanan ke arah selatan. Hingga kini, punden ini
dipercaya memiliki energi kuat, dengan berbagai pusaka yang tersembunyi di
tengah pohon beringin (Pusaka Dhimas Ginanjar, n.d.) . Namun, setelah dikonfirmasi kepada salah satu sesupuh
ternyata itu hoax.
Salah satu kisah yang terkenal dari
tempat ini adalah tentang seorang calon bupati Sidoarjo yang melakukan meditasi
di Punden Pesapen. Dalam prosesnya, terdapat aturan-aturan khusus yang harus
dipatuhi, salah satunya adalah tidak diperbolehkan membawa lampu selama
meditasi. Akhirnya, orang tersebut berhasil meraih jabatannya sebagai bupati.
Cerita-cerita semacam ini menunjukkan betapa kuatnya nilai spiritual yang
melekat pada Punden Pesapen dalam tradisi masyarakat sekitar.
Pada tahun 2022, Pemerintah Kota
Surabaya mulai memberikan perhatian khusus pada Punden Pesapen setelah
menyadari nilai sejarah dan budaya yang dimilikinya. Setelah melalui proses
pengkajian, tempat ini secara resmi ditetapkan sebagai cagar budaya yang
dilindungi. Penetapan ini tidak hanya bertujuan untuk melestarikan tradisi
lokal, tetapi juga untuk mendukung pembangunan budaya dan pariwisata di
Surabaya. Sebagai cagar budaya, Punden Pesapen kini tidak hanya menjadi tempat
spiritual, tetapi juga menjadi simbol identitas budaya bagi masyarakat
Kelurahan Sumur Welut.
Salah satu keunikan dari Punden
Pesapen adalah air yang ada di sumurnya. Hingga saat ini, air tersebut masih
dimanfaatkan oleh warga sekitar sebagai sumber mata air utama. Keistimewaannya
terletak pada sifatnya yang tidak pernah kering, bahkan di tengah musim kemarau
yang panjang. Air ini digunakan untuk keperluan sehari-hari, termasuk minum,
memasak, dan mandi. Keberadaan sumber air yang konsisten ini menjadi simbol
keberkahan alam yang dijaga oleh tradisi masyarakat sekitar.
Transformasi Punden Pesapen dari
tradisi lama menjadi cagar budaya menunjukkan bagaimana habitus baru dapat
terbentuk. Habitus ini mencerminkan perubahan nilai masyarakat yang tidak hanya
menghormati tradisi spiritual, tetapi juga memahami pentingnya pelestarian
warisan budaya untuk generasi mendatang. Dengan status sebagai cagar budaya,
Punden Pesapen kini memiliki peran baru sebagai tempat edukasi dan objek wisata
yang dapat memperkenalkan generasi muda pada sejarah dan nilai-nilai spiritual
lokal.
Melalui pengakuan sebagai cagar budaya, Punden Pesapen tidak hanya mempertahankan fungsi spiritualnya, tetapi juga menjadi penghubung antara masa lalu dan masa kini. Hal ini memberikan contoh nyata bagaimana tradisi lama dapat dipertahankan dan dimodernisasi tanpa kehilangan esensi dasarnya. Dengan demikian, Punden Pesapen tidak hanya menjadi simbol kebanggaan lokal, tetapi juga warisan budaya yang layak diapresiasi oleh masyarakat luas.
Penulis : Nevenia E. S.
Editor : Rizky Trisna Putri, S.P., M.Si