Tubuh Perempuan dalam Bingkai Seni Kontemporer: Antara Karya Seni atau Eksploitasi Estetika (Kajian Wacana Kritis)
Tersadar atau tidak, tubuh perempuan telah lama menjadi subjek yang sering diperbincangkan dalam seni, baik sebagai objek estetika maupun simbol budaya, yang sudah berlangsung selama berabad-abad lamannya. Dalam seni kontemporer, representasi tubuh perempuan sering kali mengundang, bimbang pada apakah ini merupakan bentuk penghormatan terhadap keindahan dan pengalaman perempuan, atau justru eksploitasi estetika yang melanggengkan pengobjektifan? Untuk memahami fenomena ini, kita dapat menggunakan teori Kritik Budaya Frankfurt, yang menawarkan perspektif mendalam tentang bagaimana seni, budaya massa, dan kapitalisme saling berkaitan dalam membentuk representasi sosial.
Eksistensi seni, di satu sisi dapat menjadi alat kritik sosial yang menantang norma-norma patriarki. Banyak seniman kontemporer yang menggunakan tubuh perempuan sebagai medium untuk menyoroti isu-isu ketidakadilan, seperti ketimpangan gender, kekerasan seksual, atau stereotip yang mengekang. Dalam pandangan teori Frankfurt, seni memiliki potensi untuk mengungkap esensi dalam masyarakat dan memberikan ruang bagi resistensi terhadap ideologi dominan. Sehingga representasi tubuh perempuan dalam karya seni dapat dilihat sebagai upaya untuk memulihkan tubuh perempuan melalui medium visual.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa seni juga sering terjebak dalam logika kapitalisme yang mengkomodifikasi atau mengeksploitasi tubuh perempuan. Budaya massa, seperti yang dikritik oleh Adorno dan Horkheimer, sering kali mengubah seni menjadi konsumsi produk yang hanya mengutamakan estetika tanpa mempertimbangkan nilai kritisnya. Dalam konteks ini, tubuh perempuan dalam seni dapat menjadi objek pandangan (male gaze), yang hanya memuaskan ekspektasi penonton visual tanpa menawarkan makna yang lebih dalam. Hal ini membuat batas antara penghormatan dan eksploitasi menjadi kabur dan marwah seni kian terkubur karena nihilnya nilai kritis di dalamnya.
Oleh karena itu, penting untuk memahami konteks dibalik sebuah karya seni. Niat seniman, lingkungan budaya, dan audiens memainkan peran penting dalam menentukan apakah sebuah karya hanya berhenti pada eksploitasi estetika atau memiliki pesan sosial yang mendalam. Teori Kritik Budaya Frankfurt menyatakan bahwa seni yang harus melampaui fungsi hiburan semata dan menjadi ruang sejati untuk refleksi serta dialog kritis. Oleh karena itu, penilaian terhadap karya seni harus mempertimbangkan dimensi sosial, politik, dan budaya yang melingkupinya.
Realitas yang ada pada zaman ini, tubuh perempuan dalam seni kontemporer selalu berada dalam tarik-ulur antara karya seni yang bermakna dan eksploitasi estetika. Sehingga, teori Kritik Budaya Frankfurt membantu kita memahami bagaimana seni dapat menjadi alat perlawanan sekaligus produk yang terjebak dalam komodifikasi. Dengan demikian, penting bagi audiens untuk tetap kritis dalam mengapresiasi seni, tidak hanya fokus pada estetika visual, tetapi juga menggali konteks dan makna yang lebih luas di balik representasi tersebut.
Penulis: Anisatul Khanifah
Editor: Via Assalma Setiya R.